Selasa, 08 Januari 2013

Mari Berkarya -

 
kata-kata ini kutemukan pada sebuah blog milik teman..
sungguh kata-kata yang terangkai indah..
menyentuh dasar hatiku yang haus akan karya..
menggelitik nuraniku yang selalu ingin berkarya..
semoga aku bisa menirunya.. :)

------------------------------------------------------------------


Bersama huruf, aku selalu mendapat pembenaran atas absurditas yang kuimajikan. Walaupun kamu menyangkal bahwa ini semua tak penting. Tapi bagiku selalu penting. Karena bersamaan dengan aku menyeduh huruf demi huruf dalam cangkir yang kamu genggam sekarang ini, ada banyak simpul yang terlepas dan membuat segala terasa bebas. Cerita yang tak sempat tertata. Kata-kata yang terbata-bata. Cita-cita yang masih bernegosiasi dengan fakta. Atau sekadar tentang kamu yang belum sempat menjadi kita.
Bersama huruf, aku menjelajahi sejarah, menginjeksi kapabilitas diri dalam berimaji dengan cairan-cairan kata, yang mungkin cukup dimengerti dengan nurani.  Aku ingin memetaforakan segala hal menjadi bermakna, yang kata mereka, bahkan juga katamu gombal, geje, tidak bermakna, tapi aku mencintai itu semua. Aku ingin membahasakan langit—yang memang selalu jadi metafora terindah—juga angkasanya. Aku bahkan ingin membahasakan baju seragam, lantai, sapu, sendok, tangga bahkan sampah sekali pun, seperti Dee yang membahasakan sikat gigi atau kopi menjadi begitu bermakna (kalau mau mengambil maknanya).
Tapi entah, akhir-akhir ini, aku selalu merasa huruf-huruf yang terangkai dibredel oleh arus globalisasi yang memaknakan huruf dengan berbagai hal yang terdengar seperti olokan. Rangkaian huruf sering terbantaikan dengan huruf masa kini. Atau mereka menyebutnya ‘istilah’ masa kini. Ada kepo, galau,labil,gombal, PHP, dan banyak lagi istilah-istilah yang lahir dari persetubuhan dunia maya dan jejaring sosial. Puisi dibabat habis diartikan sebagai galau, labil, tak bermakna. Metafora dianggap sebagai gombal paling top. Maka jangan salahkan apa-apa kalau kadar romantis di dunia ini akan berkurang karena banyak orang malas romantis karena malas dibilang galau.
Haha, sudahlah, semoga apa yang tertulis dalam paragraf di atas hanya anggapanku saja. Semoga tidak seperti itu sebenarnya. Karena semua tetap bergantung pada isi dari rangkaian huruf-huruf itu bukan? Semoga saja, anggapan-anggapan itu tidak membatasi orang dalam berkarya karena alasan malas dibilang galau. Atau semoga tidak membatasi imaji dalam bermetafora karena malas dibilang gombal. Karya tetap karya, anak jiwa, yang kata Dee—lagi—harus dibebaskan di alam terbuka, bukan dibekam dalam format bahasa biner, biar ia mendapatkan ventilasi, biar ia hidup lebih sehat. Masih banyak makna yang bisa diambil di antara huruf-huruf berserakan, kalau kita mau mengambilnya.
Mari menghangat lagi bersama seduhan huruf-huruf, menyajikan secangkir hasilnya untuk mereka yang masih merindu inspirasi. Karena kadang ada saatnya kita perlu bersikap tidak peduli pada asumsi. Selama kita selalu berniat menyampaikan makna, buat apa harus menyimpan karya hanya karena malas akan anggapan ini itu. Mari terus berkarya :) 

Karena dalam huruf, aku tidak hanya jatuh cinta, bahkan juga melepaskan cinta dari kadarnya hati yang merindu.
------------------------------------------------------------------------------------


------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar: