sungguh kata-kata yang terangkai indah..
menyentuh dasar hatiku yang haus akan karya..
menggelitik nuraniku yang selalu ingin berkarya..
semoga aku bisa menirunya.. :)
------------------------------------------------------------------
Bersama huruf, aku selalu mendapat pembenaran atas absurditas yang kuimajikan. Walaupun kamu menyangkal bahwa ini semua tak penting. Tapi bagiku selalu penting. Karena bersamaan dengan aku menyeduh huruf demi huruf dalam cangkir yang kamu genggam sekarang ini, ada banyak simpul yang terlepas dan membuat segala terasa bebas. Cerita yang tak sempat tertata. Kata-kata yang terbata-bata. Cita-cita yang masih bernegosiasi dengan fakta. Atau sekadar tentang kamu yang belum sempat menjadi kita.
Bersama huruf, aku menjelajahi sejarah,
menginjeksi kapabilitas diri dalam berimaji dengan cairan-cairan kata,
yang mungkin cukup dimengerti dengan nurani. Aku ingin memetaforakan
segala hal menjadi bermakna, yang kata mereka, bahkan juga katamu
gombal, geje, tidak bermakna, tapi aku mencintai itu semua. Aku
ingin membahasakan langit—yang memang selalu jadi metafora
terindah—juga angkasanya. Aku bahkan ingin membahasakan baju seragam,
lantai, sapu, sendok, tangga bahkan sampah sekali pun, seperti Dee yang
membahasakan sikat gigi atau kopi menjadi begitu bermakna (kalau mau mengambil maknanya).
Tapi entah, akhir-akhir ini, aku selalu
merasa huruf-huruf yang terangkai dibredel oleh arus globalisasi yang
memaknakan huruf dengan berbagai hal yang terdengar seperti olokan.
Rangkaian huruf sering terbantaikan dengan huruf masa kini. Atau mereka menyebutnya ‘istilah’ masa kini. Ada kepo, galau,labil,gombal, PHP, dan
banyak lagi istilah-istilah yang lahir dari persetubuhan dunia maya dan
jejaring sosial. Puisi dibabat habis diartikan sebagai galau, labil, tak bermakna.
Metafora dianggap sebagai gombal paling top. Maka jangan salahkan
apa-apa kalau kadar romantis di dunia ini akan berkurang karena banyak
orang malas romantis karena malas dibilang galau.
Haha, sudahlah, semoga apa yang tertulis
dalam paragraf di atas hanya anggapanku saja. Semoga tidak seperti itu
sebenarnya. Karena semua tetap bergantung pada isi dari rangkaian
huruf-huruf itu bukan? Semoga saja, anggapan-anggapan itu tidak
membatasi orang dalam berkarya karena alasan malas dibilang galau. Atau
semoga tidak membatasi imaji dalam bermetafora karena malas dibilang
gombal. Karya tetap karya, anak jiwa, yang kata Dee—lagi—harus
dibebaskan di alam terbuka, bukan dibekam dalam format bahasa biner,
biar ia mendapatkan ventilasi, biar ia hidup lebih sehat. Masih banyak
makna yang bisa diambil di antara huruf-huruf berserakan, kalau kita mau
mengambilnya.
Mari menghangat lagi bersama seduhan
huruf-huruf, menyajikan secangkir hasilnya untuk mereka yang masih
merindu inspirasi. Karena kadang ada saatnya kita perlu bersikap tidak
peduli pada asumsi. Selama kita selalu berniat menyampaikan makna, buat
apa harus menyimpan karya hanya karena malas akan anggapan ini itu. Mari
terus berkarya
Karena dalam huruf, aku tidak hanya jatuh cinta, bahkan juga melepaskan cinta dari kadarnya hati yang merindu.
------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar