Selasa, 09 September 2014

Malam ini-



Entahlah malam ini aku ingin menulis, tentang apa saja…
Mungkin karena sedang butuh teman diskusi. Tentang banyak hal. Tentang hidup mungkin, tentang cinta, atau apapun yang bisa dibicarakan..
Intinya, aku sedang butuh teman bicara.
 
Cinta. Kamu tahu apa itu? Aku tidak.
Tapi entahlah, aku sangat suka membicarakannya. Kata orang cinta itu buta. Cinta tak kenal logika.
Tapi dimataku, cinta tidak buta. Pun tidak melumpuhkan logika. Cinta justru yang seharusnya membuka mata kita. Melihat dunia menjadi lebih jelas, lebih terang.
Cintalah yang seharusnya mengabarkan bahwa salah adalah salah, dan benar adalah benar. Bukan justru mencambur baurkannya dengan mengabaikan logika.

Insan yang mencinta, bukan tidak mengenal logika. Tapi justru mengabaikannya. Mencintai berarti memilih. Dan jika sudah memilih seharusnya tak ada lagi keraguan didalamnya.
Sama seperti ketika kita mencintai Rabb kita, yakin.
Yakin secara sempurna bahwa Dia-lah sang Maha. Sang pemilik terang. Sang perancang semesta. Tak boleh ada keraguan akan-Nya.

Jika kau bertanya pernahkah aku jatuh cinta? Maka jawabnya “ya”. Aku pernah jatuh cinta, bahkan mungkin sedang jatuh cinta. Dan aku menikmatinya. Menikmati setiap mili kala hatiku teraba olehNya.
Malam ini Dia menyadarkanku (lagi). Hati ini belum sempurna terisi. Aku masih menunggu.

Dia benar. Bahkan tak pernah salah. Inilah saatnya.
Menuliskan titik, dan memulai paragraph baru dalam episode hidupku.
Aku yang begitu alpha. Lupa betapa hangat pelukanNya. Memilih bersandar pada tempat yang salah.

Aku kembali (lagi). Semoga Kau masih mau menerimaku.

Surabaya, 08 September 2014
Pk. 21.39
Sudut Kamar

Selasa, 02 September 2014

Surat untuk hati..



Assalammualaikum hati..
Bagaimana kabarmu hari ini? Baikkah?
Aku entahlah, sepertinya tidak. Aku banyak lupa belakangan ini, lupa bagaimana cara menghargaimu atau mempertimbangkan tentangmu. Maaf hati..

Sepertinya aku harus banyak menyendiri, merenung dan berfikir. Tidak pernah sendiri mungkin membuatku lupa cara berinteraksi denganmu. Lupa? Atau mungkin memang sengaja melupakan.

Tempatmu masih disitu hati. Dirongga itu, dekat perut, jantung, usus, ahh entahlah. Kurasa kau masih mampu mendengar detakkan jantungku, hanya aku yang terlalu bengal mengakui keberadaanmu.

Nafsu. Dia terlampau jahat, mencuri perhatianku. Membuatku mengabaikanmu,

Atau mungkin aku yang terlalu jahat, berpaling dari arahmu, berlari menyongsong nafsu.

Maaf hati..

Bolehkah aku kembali disampingmu saja?