Mencintai tak cukup hanya berkata I love you. Cinta bukan sekadar
ucapan manis nan indah. Cinta itu perlu tindakan. Apabila ada seorang
laki-laki mengatakan “aku mencintaimu” itu belum tentu cinta sejati,
boleh jadi cinta palsu alias rayuan gombal. Ia benar-benar dikatakan
cinta bila berani melamar dan menentukan tanggal pernikahan.
Namun bagi suami istri ukuran cinta bukan lagi akad nikah, akan
tetapi tindakan-tindakan setelahnya. Seseorang yang mencintai pasangan
hidupnya akan membuktikan dengan tindakan-tindakan yang membuat pasangan
hidupnya semakin bahagia. Ia berupaya sekuat tenaga untuk melayani dan
memberikan hal terbaik untuk pasangan hidupnya.
Selain itu, ia akan sangat menjauhi hal-hal yang membuat pasangan
hidupnya tersiksa, sakit hati dan tidak menyukainya. Walau mungkin untuk
hal yang sederhana dan tidak ada maksud tersembunyi di dalamnya, bila
pasangan hidup Anda tidak menyukainya maka tinggalkanlah. Anda
meninggalkan atau menjauhinya bukan hanya ketika pasangan hidup ada di
dekat Anda, tetapi juga ketika pasangan hidup Anda jauh dan tidak
melihat Anda. Itulah bukti cinta.
Cinta kepada orang tua juga perlu tindakan. Dari hal yang sangat
sederhana, mencium tangan, hingga hal-hal yang sulit Anda wujudkan.
Misalnya orang tua Anda sangat berharap pergi ke tanah suci, bukti
mencintainya adalah Anda berupaya keras siang dan malam untuk
memberangkatkan mereka. Lelah? Mungkin, tapi itulah bukti cinta.
Begitupula bila Anda mencintai profesi yang Anda tekuni. Bukti bahwa
Anda mencintainya adalah berupa tindakan-tindakan nyata yang bisa
mengasah dan meningkatkan kepakaran Anda. Anda rela mengeluarkan uang
dan waktu untuk meningkatkan keahlian di profesi yang Anda tekuni.
Menghabiskankan energi? Mungkin, tapi itulah bukti cinta.
Benarkah Anda mencintai Allah, Sang Pencipta? Itupun perlu bukti. Apa
buktinya? Dalam semua atau sebagian besar proses kehidupan kita sudah
melibatkan Allah. Dia ada bukan hanya saat kelahiran, pernikahan,
kematian dan saat kita ditimpa musibah. Dia kita hadirkan dalam setiap
tarikan dan hembusan nafas.
Memang kita bukan malaikat, tetapi apakah kita sudah berusaha untuk
tidak terlibat atau menghindar dari maksiat? Apakah hawa nafsu kita
sudah tunduk patuh dengan ketentuan-Nya? Bila jawabnya belum, layakkah
kita mengaku mencintai Sang Maha? Cinta perlu bukti, dan salah satu
buktinya kita rela meninggalkan yang Dia tak suka walau boleh jadi hal
itu menyenangkan hati kita.
Cinta bukan hanya sekedar kata tetapi juga tentang cita rasa dan tindakan nyata.
Salam SuksesMulia!
-------------------------------------------------------
Tulisan ini saya ambil dari blog kek Jamil Azzaini
Semoga menginspirasi.. :D
2 komentar:
Ia benar-benar dikatakan cinta bila berani melamar dan menentukan tanggal pernikahan.
setuju, kan kalo gitu gak ada yg dirugiin.. :)
Posting Komentar