Jumat, 13 November 2015

Menyongsong Safar

Muharram telah beranjak, menyongsong Safar. Saya berbenah, membenahi diri lebih tepatnya. mungkin kemarin tak cukup baik hingga Dia ingatkan untuk memundurkan langkah.

Saya yang tiba-tiba terduduk diam, menggugu dalam bisu. Tak ada lagi air mata, mungkin telah kering, atau mungkin hati saya telah  terlampau lelah menangis. 

Dua tahun lalu dengan luka yang sama, saya datang pada sebuah ruang yang saya anggap paling aman. Bersembunyi dari berbagai rasa, bersembunyi pada ruang pelarian. Menemukan tempat ternyaman untuk membagi tawa, menemukan tempat terlapang bagi hati yang kesempitan. 

Waktu berlalu begitu cepat, oktober haru biru menyisakan jutaan kisah, jutaan cerita tentang melepaskan. 

Entah bagaimana, semua yang dulu saya banggakan, yang dulu saya angkuhkan terlepas pelan-pelan. Saat saya berkata akan pulang, Dia menyongsong dengan dekap kerinduan. Memberikan pelukan paling menentramkan. 

Saya lelah berlari, maka saya berhenti. 

Pertanyaan-pertanyaan sederhana tentang kenapa menyentak hati saya, apa niat saya pergi? kenapa saya harus pergi? bagaimana saya akan pergi? kemana saya akan pergi? apa yang saya cari?

Saya sedang berusaha move on, hijrah, berpindah atau apapun itu namanya. Berbenah kalau kata sister saya. 

Awal Muharram lalu saya berdoa diam-diam, "Semoga Muharram tahun depan kita tak lagi haram".

Kita. Saya dan dia yang entah siapa. Saya dan dia yang sering saya sebut dalam syahdu do'a. Saya hanya sedang ingin menemukan, ditemukan dan dipertemukan. Mungkin tidak sekarang, karena saya sadar, saya belum cukup 'baik' untuk dibersamakan.

Saya berbenah, seperti hastag pada banyak caption instagram saya. berbenah, membenahi niat, membenahi diri, muhasabah, change, menuju taat, rindu surgaNya, ridho ketetapanNya.

Tidak ada komentar: