Selasa, 14 April 2015

Sebuah cerita yang tertinggal

Astaghfirullah, harus banyak beristigfar sepertinya.
Lagi-lagi melihat luka dalam sudut mata mereka, anak-anak itu..

Ahh lihatlah nduk, masih ada hikmah dibaliknya..
Mbak kangen Fitri..

Fitri..
Teringat percakapan pada suatu senja, beberapa minggu lalu..
Fitri yang kala kami belajar masih sibuk berjualan koran, tiba-tiba datang menghampiri kami, lantas mencium tangan kakak-kakak pengajar.

Aku : Fitri, kok saiki gak tau melu belajar? gak kangen po belajar karo Mbak Aulia?

Fitri : Aku saiki wes iso moco mbak. (sambil tersenyum malu-malu)

Aku : Iyo ta? Wahh coba-coba mbak Aulia pingin ngrungokno

Fitri : Jum'at ae mbak, saiki aku arep dodol.

Aku : Tenan yoo jum'at, janji lho.

Fitri : Iyo mbak (jawabnya sambil berlari menyadari lampu merah)

Aku bahkan belum menagih janjinya karena setiap jum'at harus kuliah, malah mendapat kabar dari mbak demin bahwa Fitri dan keluarganya mendadak pindah dan tidak tahu keberadaannya.

Fitri Nur Munawaroh. Gadis kecil dengan lesung pipit yang dulu, awal sekali aku mengenalnya bahkan belum mengenal huruf. Dia yang setiap kami belajar hanya sibuk menyalin tulisan tanpa tahu bagaimana "membaca". Dia yang tak pernah mau disentuh pengajar, selalu malu-malu untuk belajar.

Entah harus menyesali atau mensyukuri penangkapan Laila dan Wulan, tapi berkat itu kami tahu Fitri baik-baik saja. Sungguh aku masih ingin mendengarnya membaca. Teringat do'a yang kala itu lirih kuucapkan ketika melihatnya memakai seragam, teramat lirih bahkan untuk didengar banyak orang.

"semoga yaa nduk, semoga Allah berbaik hati mengenalkan sekolah padamu. semoga kelak kau lihat indahkanya kata, dan kau mampu mengeja aksara"


Tidak ada komentar: